“B” pertama = botak, rambut sudah mulai banyak yang rontok dan tidak tumbuh lagi.
“B” kedua = blawur, pandangan mata mulai kabur, lansia mulai rentan menderita katarak dan lensa mata tidak lentur lagi mengakibatkan mereka butuh lensa positif dan terus bertambah sampai usia 65 tahun; bertambah + 0.5 setiap 5 tahun.
“B” ketiga = budhêg, pendengaran mulai berkurang; sering kan kita jumpai para lansia yang menggunakan alat bantu dengar untuk menutupi kekurangan dalam hal pendengaran ini.
“B” keempat adalah bungkuk; lansia mulai rentan mengalami osteoporosis, sehingga tulang punggungnya rentan berubah bentuk mengalami bungkuk.
“B” kelima, buyuten; anggota gerak atas (lengan dan tangan) serta anggota gerak bawah (tungkai dan kaki) gemetaran, karena ada penurunan fungsi di otak yang mengatur fungsi gerak mengalami penurunan. Fungsi otak pada bagian koordinasi gerak mengalami penurunan yang lebih banyak, orang medis bilang dengan istilah parkinsonism. Secara umum, sel-sel otak saat kita dewasa ini, terus menerus mengalami kematian sel tanpa ada penggantiannya. Jumlahnya sampai 100 ribu sel mati setiap hari. Wajar kan kalau kita tua mulai mudah pelupa. Bahkan ada yang sampai menderita penyakit lupa yang berat dikenal dengan nama Alzheimer.
“B” keenam, beser; kalau anak kecil masih suka ngompol dan ngoprok, karena refleks pengendali pipis dan eek-nya belum sempurna. Pada saat lansia, kedua refleks pengendali itu mengalami penurunan fungsi karena bertambahnya usia. Yang sangat menonjol dalam hal perbeseran adalah di bidang perpipisan, terutama yang diderita oleh kaum pria yang sudah berusia lima puluh ke atas. Dengan bertambahnya usia, kaum laki-laki beresiko menderita sakit benign prostat hypertrophy atau yang biasa dikenal dengan sakit prostat. Gejalanya sebentar-sebentar kebelet pipis, tetapi sekali pipis, pipisnya tidak tuntas dan masih ada air pipis yang tersisa. Air pipis yang tersisa inilah yang merembes keluar menjadi beser.
“B” ketujuh, bludrêg atau orang medis menyebutnya tekanan darah tinggi (hipertensi). Ada joke yang mengatakan bahwa orang tua sudah banyak makan garam, sehingga jadi hipertensi. Selain tekanan darah tinggi, biasanya orang lansia menjadi mudah marah.
Para lansia harus tetap aktif berkontribusi bagi masyarakat
Ada mitos yang keliru berkaitan dengan lansia. Katanya kalau sudah hari tua tidak usah mengurus pekerjaan, diserahkan saja kepada yang anak-anaknya, banyak tinggal di rumah banyak berdzikir dan ibadah. Keaktifan lansia, pikiran yang masih tetap aktif, sering merangsang aktivitas intelektual seperti membaca dan diskusi, aktif menyelesaikan permasalahan sosial di sekitar adalah cara untuk mempertahankan fungsi otak tetap aktif, sehingga mengekalkan jaringan kompleks serabut-serabut saraf dalam otak, yang dalam jangka panjang akan menurunkan risiko demensia (atau pikun). Banyak contoh di sekitar kita lansia yang aktif memberikan pengajaran, mewariskan hikmah dan kebijakan yang luhur kepada generasi yang lebih muda, kondisi kesehatan mereka tetap prima, bahkan saya seringkali tidak menjumpai tanda 7 “B” pada mereka. Di tempat lain, saya sering menjumpai para lansia yang masih aktif mencangkul di sawah, merawat padi hingga memanennya. Di beberapa kisah, sering kali mereka mampu mendengar bisik-bisik orang di belakang yang menyangka lansia di depan tidak mendengar apa yang dibicarakan. Malah mereka dibuat malu, lansia itu berkata “Kalian membicarakan saya kan kalau saya begini begini...” nah kena lho!
Diet lansia tetap seperti orang muda walaupun porsinya sedikit berkurang
Ada mitos yang keliru lagi bahwa kalau sudah tua makan harus sedikit. Di praktik klinik saya sering menjumpai lansia yang kurus kering dan mudah sakit-sakitan. Masalah gizi kurang sering saya jumpai saat praktik. Gizi lansia harus tetap dijaga. Banyak pula saat praktik lansia yang berkata “saya ga berani makan daging dok”. Ini juga keliru, justru dalam daging hewan selain komposisi asam amino lengkap juga kaya sekali akan mikronutrien. Sayur-sayuran dan buah-buahan tetap harus ada dalam porsi diet lansia. Kalau dari sejak muda terbiasa minum susu, kebiasaan ini tetap harus dipertahankan saat lansia. Penyakit-penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit sendi, kadar kolesterol darah yang tinggi dan penyakit jantung perlu mendapatkan perhatian khusus masalah dietnya. Untuk itu perlu konsultasi dengan ahli gizi klinis mengenai penataan menu hariannya.
Lansia harus tetap olah raga
Walaupun tidak seberat “dosisnya” orang muda, lansia tetap membutuhkan olah raga. Kontraksi otot akibat olah raga juga membuat aliran cairan di luar pembuluh darah seperti pembuluh limfe juga lancar. Kontraksi otot terutama pada otot-otot besar akan membakar kalori lebih banyak, sehingga menambah nafsu makan serta mengurangi timbunan lemak akibat sisa-sisa kalori yang tertumpuk. Olah raga juga menggerakkan banyak persendian, sehingga cairan sendi terangsang untuk berproduksi, sehingga mengurangi risiko penyakit sendi rematik. Olah raga tertentu terutama dengan beban ringan bagi wanita beberapa tahun sebelum menopause, akan mengurangi risiko osteoporosis. Bagi yang bisa renang, juga baik untuk kesehatan lansia, terutama untuk memperbaiki fungsi jantung paru.
Hal-hal yang diperhatikan bagi lansia berkaitan dengan olah raga :
1. Dipastikan tidak ada penyakit jantung atau minimal hasil pemeriksaan rekam jantung (EKG) dalam keadaan normal
2. Bila menderita diabetes melitus, konsultasikan dulu dengan dokter, karena pada diabetes melitus fisiologi pengaturan gula tubuh tidak seperti orang normal
3. Bila terdapat penyakit-penyakit sendi, baiknya dikonsultasikan dengan dokter rehabilitasi medik untuk menentukan olah raga yang baik bagi kondisi penyakit ini, seperti hidroterapi yang sekaligus bisa menjadi olah raga
4. Hindari olah raga kompetisi seperti tennis, badminton, ping pong dan futsal
5. Olah raga bisa dilakukan sambil duduk atau berbaring, dengan menggerak-gerakkan tungkai atas, tungkai bawah, lengan atas, lengan bawah kanan dan kiri secara bergantian selama minimal setengah jam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar