Jumat, 12 Juli 2013

Perjalanan nasib kesehatan Anda sampai lansia nanti ditentukan saat Anda di dalam perut ibu Anda



Tiga kota di Inggris Hertfordshire, Preston dan Sheffield, telah menjadi tempat penelitian David J. P. Barker and Phillipa M. Clark. Barker dan Clark[1], melakukan penelitian perjalanan kesehatan orang Inggris yang lahir antara tahun 1911 sampai dengan tahun 1930. Sebagaimana telah diketahui tahun-tahun tersebut adalah tahun-tahun kritis terjadinya perang dunia pertama dan menjelang terjadinya perang dunia kedua. Dalam keadaan demikian bisa dibayangkan bagaimana sulitnya kehidupan yang dijalani oleh para ibu yang sedang hamil. Bila lebih dirinci pada saat terjadi perang, fasilitas infrastruktur seperti jembatan, jalan, gudang logistik dan tidak sedikit rumah-rumah penduduk ikut kena sasaran amukan peperangan. Maka akibatnya logistik makanan bergizi semakin langka. Kondisi kelaparan menjadi pemandangan yang umum pada periode waktu tersebut. Permasalahannya adalah tidak sedikit dari orang-orang tersebut adalah para ibu yang sedang hamil dari berbagai usia kehamilan. Usia kehamilan dalam terminologi (peristilahan) kedokteran dibagi dalam tiga periode. Kalau orang awam mengatakan usia kehamilan sembilan bulan, tetapi dalam istilah kedokteran dikenal dengan trimester atau di-Indonesiakan triwulanan.
Yang menarik dalam pelayanan kesehatan di Inggris adalah catatan kesehatan para ibu hamil, berat badan ibu setiap trimester, berapa berat badan dan panjang / tinggi badan anak, catatan sakit, sampai dewasa hingga matinya masih tertata rapi. Sehingga Barker dan Clark di tahun 1990-an masih bisa melacak dan melakukan review ribuan catatan kesehatan orang-orang yang lahir di tahun 1911 – 1930, sejak dalam kandungan, kelahiran, tahun pertama setelah lahir dan catatan kesehatan lainnya hingga kematiannya dengan baik.  Secara ringkas, kesimpulan hasil penelitian yang dilakukan oleh Barker dan Clark dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel. Kekurangan gizi pada saat kehamilan beserta dampaknya di kehidupan dewasa
Trimester kehamilan saat janin kekurangan nutrisi
Pada saat kelahiran
Berat badan tahun kesatu
Kehidupan dewasa
Sebab kematian
Berat badan
Proporsi tubuh
Trimester pertama
(terjadi pengaturan susut pertumbuhan)
Kurang
Proporsional kecil
Kurang
·   ­ Tensi darah
·   Stroke hemoragik (perdarahan)
Trimester kedua
(terjadi gangguan hubungan janin tali pusat dan resistensi insulin)
Kurang
Kurus
Normal
·   ­ Tensi darah
·   Diabetes
·   Penyakit Jantung Koroner
Trimester ketiga
(pertahankan pertumbuhan otak, korbankan pertumbuhan badan)
Normal
Pendek
Kurang
·   ­ Tensi darah
·   Kolesterol LDL naik
·   Fibrinogen naik
·   Penyakit Jantung Koroner
·   Stroke trombotik

“Pemrograman ulang”[1] sel-sel janin ketika berada dalam lingkungan kekurangan gizi
Prinsip umum yang mendasari perubahan struktural sel baik ukuran maupun kapasitas kerjanya, adalah lingkungan kekurangan gizi membuat sel-sel janin yang “diberikan kewajiban” berkembang untuk menghasilkan individu baru, tetapi kekurangan bahan-bahan nutrisi vital yang diperlukan. Akibatnya sel-sel janin ini mengalami pemrograman ulang. Pemrograman ulang ini utamanya ditingkat gen atau DNAnya. Pendek kata, pemrograman ulang ini membuat sel-sel ini mengalami penyusutan ukuran, kebutuhan bahan metabolisme dasar, dan perangkat-perangkat seluler dan molekuler lainnya. Jadi dapat dikatakan, sel-sel janin di”stel” ulang menjadi lebih kecil dengan kebutuhan energi dan nutrisi yang lebih rendah. Ternyata aturan “stelan” kecil dalam ukuran sel dan aktivitas metabolismenya tetap berlangsung sampai akhir hayat. Bila dalam perkembangan selanjutnya, individu ini diberikan nutrisi yang normal sebagaimana orang pada umumnya, maka bagi individu dengan “stelan” kecil ini, di tingkat sel dan molekulernya sudah “kebanjiran” nutrisi. Kondisi “kebanjiran” nutrisi, membuat sel-sel yang sudah “terstel” kecil, harus bekerja ekstra keras untuk memroses nutrisi yang berlebihan tersebut. Lebih lanjut, selayaknya mesin “kecil” yang harus bekerja keras untuk menghasilkan tenaga sebagaimana mesin yang lebih “besar”, maka mesin “kecil” ini akan cepat mengalami overhaul. Maka didapatkan individu yang “distel” kecil dalam janin, ketika besar diberikan nutrisi dalam kualitas dan kuantitas normal, membuat sel-sel tubuhnya cepat aus. Kondisi cepat aus ini dikenal dengan istilah penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif ini meliputi: hipertensi (cepat aus di pembuluh darahnya), diabetes (cepat aus di kelenjar beta pankreas), penyakit jantung koroner (cepat aus di organ jantung dan pembuluh darah jantung) dan stroke (cepat aus di pembuluh darah otak).


[1] Clive Osmond and David J.P. Barker, Fetal, Infant, and Childhood Growth Are Predictors of Coronary Heart Disease, Diabetes, and Hypertension in Adult Men and Women, Environ Health Perspect 1 08(suppl 3):545-553 (2000)

[1] David J. P. Barker and Phillipa M. Clark, Fetal undernutrition and disease in later life, Reviews of Reproduction (1997) 2, 105–112

INTERAKSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SEHAT SAKITNYA SESEORANG



Seseorang menjadi sakit, bukanlah faktor yang berdiri sendiri. Setidaknya ada empat faktor yang saling berinteraksi secara dinamis dalam “memproduksi” terjadinya penyakit (lihat gambar 3). Empat faktor yang saling berinteraksi secara dinamis tersebut meliputi :
1.      Faktor genetik (bawaan)
2.      Faktor agen penyakit
3.      Faktor perilaku
4.      Faktor lingkungan
Gambar 3. Interaksi faktor-faktor yang mempengaruhi sehat sakitnya seseorang
1.      Faktor genetik
Seringkali faktor ini disebut dengan faktor bawaan. Kontribusi faktor genetik dalam menyebabkan penyakit dibandingkan dengan faktor penyebab lainnya, berkisar antara 30 – 50 %. Ada ciri-ciri genetik tertentu yang membuat seseorang lebih rentan untuk menderita penyakit tertentu daripada kebanyakan orang pada umumnya. Ciri-ciri genetik itulah yang bisa dicari dengan penelitian molekuler yang canggih, atau cara sederhana dengan membuat pohon keluarga, seperti yang akan dibicarakan lebih lanjut. Untuk mendapatkan informasi mengenai kerentanan genetik yang dimiliki seseorang ada dua cara :
1.      Cara rumit
2.      Cara sederhana.
Cara Rumit Menilai Kecenderungan Genetik dalam Menimbulkan Penyakit
Cara rumit untuk menilai kecenderungan genetik dalam menimbulkan penyakit dengan pemeriksaan molekuler. Penerapannya masih terbatas pada penelitian yang tingkat kerumitannya sangat canggih. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi keberadaan gen-gen tertentu yang membuat seseorang rentan untuk mengalami penyakit tertentu. Pada tabel 1, menunjukkan contoh keberadaan gen-gen “rentan” atau “rapuh”, artinya, keberadaan gen-gen tersebut pada tubuh seseorang, membuat seseorang tersebut, mempunyai kecenderungan sakit tertentu lebih besar dari pada orang kebanyakan yang tidak memiliki gen-gen “rentan” atau “rapuh” tersebut.

Tabel 1. Contoh kelainan “struktural” genetik yang membuat orang yang memilikinya mempunyai kecenderungan besar untuk mengalmi penyakit
No.
Gen yang rentan
Molekul atau fungsi yang rentan
Jenis penyakit yang dihasilkan
1.
Pemilik gen BRCA1 dan BRCA2 yang rentan mengalami mutasi
Molekul BRCA1 dan BRCA2 yang mengendalikan pembelahan sel payudara dan ovarium yang “cacat” produksi
Kanker payudara, kanker ovarium
1.   
25 varian gen yang membuat seseorang rentan untuk menderita diabetes
Berbagaimacam mekanisme yang akhirnya membuat sel tidak mampu memasukkan gula (glukosa) ke dalam sel
Diabetes melitus (kencing manis)



Cara Sederhana untuk Mengetahui Kerentanan Genetik
Cara sederhana untuk mengetahui kerentanan genetik yang ada pada diri kita adalah dengan membuat pohon keluarga atau silsilah keluarga atau dalam bahasa ilmiah disebut dengan genogram. Membuat pohon keluarga ini pada prinsipnya adalah melakukan aktivitas “audit modal dasar” biologis kesehatan kita dan keluarga kita dalam menentukan sehat atau sakitnya diri kita. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat pohon keluarga meliputi hal-hal berikut:
a.      Simbol dasar
Gambar. Simbol-simbol yang disepakati dalam membuat genogram beserta maksudnya.

b.      Minimal dibuat tiga generasi
Dalam membuat pohon keluarga minimal yang penyusunannya melibatkan tiga generasi, yaitu : kakek/nenek, ayah/ibu dan anak (atau bisa dimulai ayah/ibu, kemudian anak, dan terakhir adalah cucu) termasuk Anda sendiri atau bila dalam konteks dokter, pasien yang sedang diperiksa.
c.       Mengidentifikasi penyakit-penyakit yang diderita anggota keluarga
Setelah silsihah keluarga terbentuk kemudian kita melabeli dengan penyakit-penyakit yang diderita pada anggota keluarga yang menderita.

Gambar 4, merupakan contoh pohon keluarga yang mampu mendiskripsikan informasi dasar mengenai pernikahan, anak-anak kandung, suku atau etnis keluarga tersebut beserta penyakit-penyakit yang diderita oleh anggota keluarga beserta informasi mengenai anggota keluarga yang sudah meninggal. Dari gambar 4, maka “si Anu” mempunyai kerentanan secara genetik untuk mengalami obesitas (kegemukan), diabetes melitus, hipertensi, stroke dan kanker. Maka tindakan selanjutnya yang dilakukan oleh “si Anu” adalah mencari pengetahuan mengenai hal-hal yang mencegah seseorang mengalami penyakit seperti yang ada dalam keluarganya, demikian juga dengan melakukan aktivitas-aktivitas pencegahan untuk meminimalkan peluang terjadinya penyakit yang pernah di derita keluarganya tidak mengenai dirinya. Dari sini “si Anu” akan mempunyai perencanaan kesehatan yang jelas untuk dirinya.



Gambar . Genogram. Dengan pemetaan genogram ini dapat menilai potensi pengaruh keturunan (genetik) dari penyakit keturunan pada diri seseorang. Pada kasus ini, kanker, obesitas, diabetes melitus (DM), hipertensi, stroke termasuk penyakit yang diturunkan pada keluarga ini. Selanjutnya dengan hasil “audit” kesehatan keluarga ini dapat ditentukan program-program modifikasi perilaku dan lingkungan yang ditujukan agar faktor keturunan (genetik) ini tidak muncul.

2.      Faktor agen penyakit
Prinsip umum untuk agen penyakit dalam hal ini adalah agen dalam bentuk apa pun yang merusak keseimbangan normal fungsi-fungsi tubuh yang berujung menyebabkan sakit. Zat ini bisa mikroorganisme (bila dirinci lebih lanjut; virus, bakteri, jamur, cacing dan jasad renik lainnya), zat-zat kimia (contohnya asap rokok, asap kendaraan bermotor, racun pestisida, zat pewarna tekstil yang dipaksa digunakan sebagai zat pewarna, dan semacamnya), nutrisi berlebihan, suara berlebihan dan energi radiasi sinar ultraviolet, sinar rontgen serta berbagai bentuk apa pun yang merusak keseimbangan normal fungsi-fungsi tubuh.

3.      Faktor perilaku
Adalah aktivitas individu atau kelompok individu yang membuat agen penyakit berinteraksi dengan tubuh mereka dan secara intens mengganggu keseimbangan fungsi-fungsi tubuh. Contoh perilaku yang membuat seseorang berinteraksi secara intens dengan agen pembuat penyakit adalah perilaku seks bebas. Perilaku seks bebas ini membuat seseorang atau kelompok orang yang melakukannya berinteraksi intens dengan mikroorganisme penyebab penyakit menular seksual. Perilaku minum alkohol membuat tubuh seseorang yang melakukannya berinteraksi secara intens dengan daya rusak dari zat alkohol dan berujung pada utamanya kerusakan organ hati. Faktor perilaku inilah merupakan jenis pembajak kesehatan yang paling kuat pengaruhnya dan seringkali para pelaku tidak mempunyai kuasa untuk memodifikasinya atau untuk merubahnya secara mendasar.

4.      Faktor lingkungan
Adalah kondisi lingkungan dimana individu berinteraksi secara intens dengan agen penyebab sakit. Lingkungan dapat bersifat biologis seperti lingkungan rumah tangga yang banyak berkeliaran “tamia” tikus satu paket dengan kutu-kutu yang melekat pada hewan tersebut. Lingkungan lain misalnya lingkungan sosial yang diliputi suasana permusuhan, persaingan tidak sehat dan saling menjatuhkan atau lingkungan keluarga yang tidak harmonis. Di lingkungan sosial ini, agen penyakitnya bersifat psikologis yang merusak keseimbangan psikologis seseorang yang tenang, kemudian berpengaruh pada keseimbangan saraf, mengguncang keseimbangan hormonal dan status daya tahan seseorang, sehingga berakibat sakit yang multi efek (infeksi, gangguan hormonal seperti menstruasi terganggu, diabetes melitus, penyakit alergi dan akhirnya penyakit psikoemosional). Lingkungan fisik non biologis, seperti lingkungan dekat hutan yang dibakar, membuat lingkungan tersebut dipenuhi asap yang mengandung agen-agen penyakit yang merusak sistem pernafasan.