Beberapa waktu ini, saya kedatangan bapak paruh baya di tempat praktik. Dari wajahnya kelihatan kalau dia menanggung beban yang sangat berat. Beliau tidak periksa hanya minta saran dan pendapat berkaitan dengan nasib adik ipar cowoknya yang berkali-kali masuk rumah sakit lantaran perdarahan yang menurutnya tidak jelas dari mana sumbernya. Setelah saya tanya-tanya, akhirnya ketahuan kalau sang Adik ipar ini beraknya lembek bahkan cair berwarna kehitaman. Saya menambah pertanyaan padanya “apakah baunya seperti telur busuk menyengat?” Sang bapak mengangguk dan berkata “Iya dok”. Saya jelaskan bahwa, berak lembek atau cair berwarna kehitaman adalah berak yang bercampur darah, tetapi karena “dirusak” asam lambung berubahlah warnanya menjadi hitam. Kemudian saya jelaskan lagi, berarti sumber perdarahannya adalah permukaan saluran pencernaan dekat lambung mulai dari kerongkongan sampai lambung, biasanya keadaan ini dijumpai pada penyakit hati yang sudah lanjut. Saya tanya lagi padanya, “apakah sang ipar punya penyakit hati seperti hepatitis virus atau mohon maaf bapak, ini terlalu sensitif, tetapi harus saya tanyakan, apakah sang ipar adalah peminum alkohol?” spontan bapak yang mulai memutih rambutnya ini mengangguk “betul sekali dokter, peminum berat dan merepotkan banyak orang....adik saya yang istrinya itu sangat menderita”
Dari sini jelaslah bahwa adik ipar bapak paruh baya yang datang di tempat praktik mengalami sirosis hati (penyakit hati lanjut) akibat konsumsi alkohol dalam dosis tinggi dan dalam waktu yang lama. Terakhir yang merisaukan bapak ini adalah ginjalnya pasien sudah kena, karena ureum (racun normal yang dikeluarkan oleh ginjal) sangat tinggi, nilainya mencapai sepuluh kali kadar normal. Berarti dalam waktu dekat pasien ini harus menjalani cuci darah. Padahal sekali cuci darah biayanya satu sampai dua juta rupiah, seminggu sekali, dalam satu bulan bisa delapan juta rupiah dikeluarkan untuk menormalkan kadar ureum yang normalnya dikeluarkan oleh ginjal. Banyak racun lain yang tidak bisa dikeluarkan oleh mesin cuci darah, sehingga angka bertahan hidup pasien yang ginjalnya diganti oleh mesin tidak tinggi, rata-rata hanya bisa bertahan tiga sampai lima tahun dengan catatan seminggu sekali cuci darah plus dengan segala biaya yang harus ditanggung. Na’udzubillahi mindzaalik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar