Rabu, 16 Februari 2011

Mana yang peluang cerainya tinggi..menikah resmi atau kohabitasi?

Penelitian di Inggris menunjukkan bahwa pasangan yang saling berkomitmen satu sama lain dalam pernikahan formal mempunyai kemungkinan tetap bersama lebih besar ketimbang pasangan yang memilih co-habit (berkumpul tanpa status pernikahan) dalam menyatakan komitmen cintanya. Hal ini secara otomatis mempunyai konsekuensi pada anak-anak mereka, karena pada orang tua yang tidak menikah peluang untuk bercerai sebanyak 4 – 5 kali ketimbang orang tua yang menikah. Dari data didapatkan hingga ulang tahun kelima anak, 8% orang tua menikah di Inggris yang bercerai, dibandingkan 52 % perceraian pasangan yang tidak menikah. Menariknya, 25 % pasangan yang menikah setelah anak lahir juga berakhir dengan perceraian[1].

Hal ini juga dikuatkan oleh survei di Amerika bahwa co-habit paska perceraian, resiko perpisahannya lebih tinggi ketimbang mereka yang menikah lagi secara resmi. Lebih lanjut survei di Amerika ini menunjukkan bahwa, resiko pernikahan dengan anak baik pertama kali maupun pernikahan sambung lebih tinggi untuk berakhir cerai ketimbang pernikahan yang diawali tanpa anak. Bila dirinci lebih lanjut, sekitar 42 % pernikahan pertama dan lebih dari 50% pernikahan sambung dengan anak berakhir dengan perceraian.[2]

Penelitian di Inggris dan Amerika didapatkan bahwa ikatan cinta yang diformalkan dalam pernikahan resmi mempunyai peluang lebih langgeng dalam hubungan mereka ketimbang pasangan yang hidup bersama tanpa status pernikahan yang formal / resmi



[1] Jenny Wilson; (2004) Family breakdown — how important is it for British general practice, The British Journal of General Practice, July

[2] Halford K; Nicholson J; Sanders M, Couple Communication in Stepfamilies, Family Process; Dec 2007; 46, 4; Academic Research Library, pg. 471

Tidak ada komentar:

Posting Komentar