Rabu, 16 Februari 2011

"Road map" peristiwa perceraian



Pada gambar, terlihat bahwa secara umum permasalahan-permasalahan utama yang mengikuti peristiwa besar perceraian ada tiga tahap :
1. Pra – perceraian
2. Jatuhnya talak/cerai yang sah secara hukum dan administrasi negara
3. Keputusan-keputusan penting pasca perceraian
Bahasan berikut mencoba untuk memerinci permasalahan beserta kemungkinan-kemungkinan tindakan preventif pada tingkat tersier apa yang bisa diusahakan untuk meminimalisir dampak-dampak buruk dari peristiwa hidup yang sangat menekan, yakni perceraian.
Masa pra – perceraian
Pada masa ini, merupakan gejala “prodromal” (pendahuluan) yang tampak sebelum terjadinya perceraian secara resmi dijatuhkan. Ada dua permasalahan utama (tidak menafikan munculnya permasalahan lain), yaitu :
a. Konflik yang berkepanjangan
b. Fungsi-fungsi keluarga yang terganggu
Konflik berkepanjangan bisa disebabkan berbagai sebab, yang akhirnya menjadi sebab terjadinya perceraian seperti yang terlihat dalam bab 1. Konflik berkepanjangan ini secara langsung berakibat pada hubungan, peran dan fungsi dari suami/ayah, anak, istri/ibu. Lebih lanjut akan mempengaruhi pola pengasuhan orang tua anak yang tidak baik, yang berujung pada fungsi keluarga yang tidak baik pula. Selanjutnya akan mempengaruhi optimalisasi proses tumbuh kembang dan pemantapan kematangan multiaspek bagi orang tua sendiri.
Pendekatan pada tahap ini sama dengan pendekatan keluarga yang tidak harmonis, yaitu mediasi pernikahan atau adanya pihak penengah dan/ atau wali. Dokter atau psikolog bisa melakukan peran ini, dengan penambahan pengetahuan dan keterampilan khusus.
Jatuhnya talak / cerai yang sah secara hukum dan administrasi negara

Pada fase inilah seringkali permusuhan antara suami istri yang paling sengit terjadi. Ada dua hal yang seringkali menjadi sumber permusuhan yaitu
a. Pembagian harta gono-gini
b. Siapa yang diberikan tanggung jawab pengasuhan anak.

Walaupun pada tahap ini domainnya adalah masalah hukum dan administrasi, tetapi masih dibutuhkan peran ahli yang memahami psikologi anak, terutama dalam menjelaskan apa yang terjadi pada orang tua mereka. Sangat ditekankan di sini bagi kedua orang tua biologis anak adalah perpisahan ini tanpa diiringi dengan permusuhan. Dan anak masih mempunyai hak untuk mengakses kedua orang tua biologis mereka.

Keputusan-keputusan penting pasca perceraian
Setelah keputusan cerai sah secara hukum dan administrasi negara, secara umum ada dua keputusan penting untuk melanjutkan kehidupan yang harus dilalui, yaitu :
1. Tidak menikah / orang tua tunggal
2. Menikah kembali
Dua keputusan ini mempunyai konsekuensi yang sama berat. Setidaknya ada dua konsekuensi yang harus diperhatikan berkaitan dengan pengambilan dua keputusan penting di atas, yaitu :
1. Reposisi peran dan fungsi
2. Perubahan jejaring sosial dan finansial
Keputusan untuk tidak menikah
a. Reposisi peran dan fungsi
Reposisi yang penting adalah menjadi orang tua tunggal, terutama bagi ibu, yang dalam kompilasi hukum Islam Pengadilan Agama, asal ibu tidak mempunyai masalah yang berarti, dan anak masih di bawah 12 tahun, ditunjuk mendapat tanggung jawab pengasuhan anak. Atau bila ibu bermasalah, dan anak yang di atas 12 tahun memilih ayah sebagai penanggung jawab pengasuhan, dalam hal ini ayah yang memilih tidak menikah lagi berperan sebagai orang tua tunggal.
Orang tua tunggal baik ibu mengasuh anak, maupun ayah yang menanggung pengasuhan anak, adalah peran baru yang lebih kompleks. Sebelumnya ada pembagian tanggung jawab, pada saat ini semuanya ditanggung “sendiri”, butuh reposisi peran dan fungsi untuk beradaptasi dengan keadaan baru. Permasalahan bagi anak adalah bagaimana bisa memahami perpisahan orang tua mereka, dan bisa lebih memfokuskan diri pada masa depan mereka, bukanlah perkara yang mudah.
Dokter, psikolog, pekerja sosial dan agamawan mempunyai peran disini mendampingi proses reposisi peran, baik bagi orang tua tunggal dan anak-anaknya.
b. Perubahan jejaring sosial dan finansial
Perceraian mempunyai dampak bagi “hilangnya” sebagian jejaring yang merupakan “andil” dari pasangan yang pada saat ini sudah tidak lagi bersamanya. Jejaring ini mempunyai andil dalam memberikan dukungan sosial maupun finansial, baik secara langsung maupun tidak langsung. Contoh jejaring ini misalnya relasi bisnis, teman yang mempunyai akses ke peluang kerja dan saudara menjadi “berkurang” bersama perginya pasangan dari “struktur” baru keluarga. Keluarga besar, teman-teman dekat pasangan diharapkan memberikan dukungan melebihi dari biasanya. Juga, pasangan yang kini menjadi orang tua tunggal harus menghilangkan rasa malu dan semua rasa yang tidak enak ketika mendapatkan dukungan yang lebih dari saudara dan teman-teman dekat.
Keputusan menikah lagi
a. Reposisi peran dan fungsi
Menikah lagi juga bukan permasalahan yang mudah. Bila pasangan baru ini masih perjaka atau gadis, akan mengundang “stigma” menikah dengan janda atau duda yang tidak mudah dihilangkan begitu saja, terlebih bila pasangan pasca bercerai ini membawa anak. Tiba-tiba saja si perjaka atau gadis ini berstatus menjadi orang tua. Dan bagi anak yang ikut, dia harus menyesuaikan diri dengan ayah atau ibu “baru” mereka. Status ayah atau ibu tiri beserta “stigma” kurang sayang dengan anak-anak “tiri” juga menjadi halangan yang tidak mudah disingkirkan begitu saja. Bila ada masalah dalam interaksi antara mereka akan semakin memperkuat “stigma” ini.
Relatif lebih mudah bila sama-sama tidak membawa anak. Atau lebih rumit lagi bila sama-sama membawa anak dalam “keluarga baru” mereka.
Karenanya perlu peran dari konsultan keluarga yang tampaknya belum ada di negara kita.
b. Perubahan jejaring sosial dan finansial
Secara struktur dengan menikah kembali, terdapat penambahan “jejaring” baru dari pasangan yang baru dinikahi, tetapi juga terdapat pengurangan “jejaring” lama dari pasangan yang telah diceraikan. Permasalahannya adalah bagaimana mengelola jejaring itu bisa bertahan. Setidaknya secara struktur lebih menguntungkan bagi mereka yang menikah lagi dalam hal jejaring. Sehingga dukungan sosial dan finansial lebih baik bagi yang menikah lagi ketimbang yang tetap sendiri menjadi orang tua tunggal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar