Minggu, 22 Juli 2012

Naik Jabatan malah "Cepet keluar".... hhhh



Seorang pasien pria, umur 43 tahun datang ke tempat praktik dengan keluhan dalam dua bulan terakhir saat berhubungan dengan istrinya cepat keluar. Tidak seperti biasanya, baru bercumbu saja dengan istri sudah bisa keluar.
“Mohon maaf bapak, apakah bapak sudah pernah chek up laboratorium sebelumnya?” tanya saya kepada beliau. Maksud saya, mau menanyakan risiko-risiko untuk penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, atau kadar kolesterol darah yang tinggi, yang bisa terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium rutin. Penyakit diabetes melitus yang berlangsung lama bisa pula mengakibatkan neuropati. Neuropati maksudnya kelemahan saraf, dimana secara umum ada tiga jenis saraf yaitu saraf sensoris (biasanya kalau saraf sensoris kena, penderita bisa mengalami nyeri hebat, atau sensitivitas rasa berkurang, sehingga tidak terasa sakit kalau kulitnya lecet), saraf motorik (biasanya kalau saraf motorik kena, penderita mengeluh lemes untuk menggerakkan anggota gerak) dan saraf otonom (kalau saraf otonom ini terkena pada penderita diabetes melitus dimana dampak organ reproduksi pria yaitu impoten yang bertahap, mulai dari bangun tidur tidak bisa ereksi, sampai tidak bisa ereksi ketika dibutuhkan untuk melakukan hubungan suami istri).
“Saya melakukan pemeriksaan lab tiga bulan yang lalu dokter, semua hasilnya normal” jawab sang pasien.
Kemudian saya teringat buku neurologi mendiang dr Priguna Sidarta spesialis saraf. Dalam buku itu disebutkan bahwa gangguan jiwa bisa berakibat pada kapabilitas seksual seseorang. Pada pria yang mengalami gangguan kecemasan, penderita cenderung mengalami ejakulasi dini atau cepat “keluar”, sedangkan pada gangguan depresi, penderita pria cenderung mengalami impotensia. Untuk membuka penggalian masalah menuju diagnosis gangguan kecemasan atau depresi saya mencoba menggali permasalahan-permasalahan kehidupan yang menegangkan yang mungkin sedang dialami oleh pasien dalam beberapa bulan terakhir. Respons kejiwaan yang salah dalam beberapa bulan (4 – 6 bulan) sudah cukup membuat seseorang menunjukkan gejala-gejala gangguan kecemasan atau depresi.
 “Mohon maaf bapak, apakah dalam enam bulan atau satu tahun terakhir, bapak sedang dalam tekanan atau ada sesuatu yang mengganjal di pikiran tetapi tidak mampu terselesaikan?” tanya saya
“Iya dokter, terus terang baru setengah tahun ini saya menduduki jabatan baru dan secara kepangkatan lebih tinggi daripada jabatan saya sebelumnya.” Jawab pasien
“Apakah bapak sering merasa was-was, deg-degan, sering terkejut secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas?”
“Iya dokter”
“Apakah bapak sering merasa kembung, eneg di uluhati, sebah, kadang-kadang mules”
“Iya dokter”
“Apakah bapak sering merasa tegang di leher, kadang-kadang keluar keringat dingin”
“Iya dokter, dokter kok tahu apa yang saya rasakan?”
“Apakah bapak sering susah tidur atau bila mampu tidur mimpi seperti dikejar-kejar, dan ketika bangun serasa seperti tidak tidur saja?”
“Iya dokter, benar lagi”
“Apakah akhir-akhir ini sering merasa lemes, capek, tidak bergairah?”
“Iya dokter benar lagi”
“Mohon maaf bapak, apakah keluhan sering keluar itu bersamaan mulainya dengan keluhan-keluhan lainnya?”
“Iya dokter, semenjak kira-kira empat bulan setelah menjabat jabatan baru itu dokter” kata pasien dan mulai menunjukkan raut muka berpikir keras.
“Dokter, saya sebenarnya sakit apa sih?” lanjut pasien.
Gejala-gejala yang dialami pasien tersebut memenuhi kriteria dari gangguan kecemasan dan depresi ringan. Mengenai gangguan kecemasan dan depresi, secara khusus akan kami bahas dalam box gangguan kecemasan dan depresi setelah pembahasan kasus ini. Gangguan ini muncul setelah seseorang gagal memberikan tanggapan atau respons yang memadai terhadap stressor psikososial[1] yang dihadapinya sehari-hari. Pada kasus ini saya ingin menunjukkan pada pembaca bahwa penyakit fisik atau keluhan fisik merupakan salah satu bagian dari gangguan jiwa pada kasus ini gangguan cemas dan depresi.


[1] Stressor psikososial : adalah peristiwa kehidupan pada aspek psikologis dan sosial sehari-hari yang dihadapi pasien yang membutuhkan tanggapan yang memadai. Seringkali peristiwa-peristiwa psikososial yang dihadapi skornya melebihi ambang tanggapan normal seseorang, sehingga orang menjadi jatuh pada penyakit jiwa atau pada kasus ini gangguan kecemasan dan depresi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar