Seorang wanita usia 44 tahun sudah menjadi pelanggan saya
sejak anak gadis sematawayangnya pra-remaja (kelas 4 SD) hingga kini kuliah di
fakultas kedokteran gigi. Biasanya pasien ini periksa ke tempat saya dengan
keluhan influenza, sakit maag atau sakit pegel-pegel. Penyakit yang ditangani
dokter umum terkenal dengan istilah PusKesMas,
singkatan dari Pusing-pusing, Kesel-kesel keju kemeng, dan Masuk angin. Demikian pula dengan anak
dan suaminya.
Suatu saat pasien ibu ini datang ke tempat praktik dengan
tujuan meminta saya untuk melakukan pengobatan penyakit diabetes melitusnya.
Ketika masuk di ruang konsultasi, raut mukanya begitu tegang, cemas, serta
tidak tenang. Langsung saja beliau ini nyrocos..
“Dok, pokoknya saya minta dokter yang mengobati penyakit
gula saya!” katanya ketika baru saja saya persilakan duduk.
“Ibu sakit gula? Tahunya darimana bu?” tanya saya
“Pokoknya dok, tolong dokter yang mengobati saya” pasien
tersebut masih dengan jawaban yang serupa
“Ibu sakit gula? Ibu habis periksa laboratorium atau?” tanya
saya
Ibu tersebut langsung menyahut
“Gini dokter, saya kan habis periksa laboratorium
sebenarnya, ikut-ikutan teman. Eh ternyata kadar gula saya 400 dokter. Terus
saya berobat ke dokter XX spesialis penyakit dalam. Malah saya dikata-katain
‘Kok ibu bisa datang terlambat sih? Ibu harus periksa rutin, minum obat yang
teratur, kalau tidak nanti ibu bisa komplikasi sakit jantung, sakit stroke kena
ginjal, kena mata dan bisa diamputasi kakinya’. Waduh dokter, saya stres habis
periksa dari sana. Saya dikasih resep dan saya tebus dan ini dokter obatnya.”
Sambil ibu ini memberikan satu kantong plastik obat-obatan yang sudah dia tebus
di apotik.
Ibu tersebut melanjutkan ungkapan uneg-unegnya..
“Saya kan sudah bertahun-tahun langganan dengan dokter, saya
berobat dengan panjenengan kemawon[1]”
Saya katakan padanya
“Ibu saya juga menderita diabetes kok bu. Dulu waktu
didiagnosis untuk pertama kalinya ibu saya juga stress seperti panjenengan.
Banyak menangis, bingung dan tidak bisa menerima kenyataan itu. Jadi yang
merasa seperti panjenengan banyak bu, dan hampir semua orang yang didiagnosis
diabetes juga stress” jelas saya.
“O iya dokter. Berarti yang seperti saya juga banyak ya
dokter” kata beliau dengan nada yang lebih tenang.
“OK ibu, yang kita hadapi adalah bahwa ibu mempunyai kadar
gula yang tinggi. Sekarang kita bersama-sama berusaha mengusahakan kadar gula
darah ibu normal kembali, mudah-mudahan nanti bisa normal tanpa obat sama
sekali” kata saya
“O ya dokter, bisa ada kemungkinan tanpa obat?”
“Saya tidak menjanjikan, tetapi kita bersama-sama berusaha
njih. Yang penting buat ibu saat ini adalah menata batin perasaan ibu. Memang
kita mempunyai masalah dengan kadar gula darah ibu yang tinggi. Tetapi ibu
jangan lari dari masalah seperti yang dialami teman saya yang dokter lho bu.
Beliau lari dari masalah, tidak mau membicarakan penyakitnya, malah sibuk
mencari pengobatan alternatif dan akhirnya beliau gagal ginjal dan meninggal.
Saya yakin ibu mampu mengatasi masalah kadar gula darah ibu yang tinggi tanpa
obat, suatu saat nanti.”
Saya jeda uraian saya, untuk memberikan kesempatan ibu ini
berpikir beberapa saat
“Saya lihat obat dari dokter penyakit dalam ini sudah OK
ibu. Saya kurangi vitamin-vitamin anti oksidannya njih biar tidak terkesan
banyak yang harus ibu konsumsi. Selanjutnya ibu mulai berdisiplin olah raga dan
diet yang proporsional njih. Oh ya ibu selama ini olah raganya apa njih?
“Wah kalau olah raga saya tidak sempat dokter”
“Ibu, putri ibu kan sudah kuliah, tinggal ibu dan bapak saja
kan yang di rumah?”
“Iya dokter”
“Nah, sebenarnya ada waktu kan olah raga?”
“Iya dokter”
“Olah raganya sederhana saja, ibu jalan saja setengah sampai
satu jam sehari, tiga sampai lima hari dalam seminggu. Jangan langsung lari,
nanti malah habis olah raga ibu jadi sakit. Mudah kan ibu?”
“Iya dokter”
“Nah untuk program dietnya tidak usah rumit-rumit. Cukup
nasi setengah porsi, sayuran sepertiga porsi, ada buah-buahan, dan lauknya
nabati seperti tempe dibanding hewani seperti daging atau telur perbandingannya
dua banding satu. Bisa dipahami kan bu?”
“Iya dokter. Sebenarnya saya juga sudah diberitahu selain
obat harus olah raga dan menjaga diet, oleh dokter penyakit dalam, tetapi saya
dibuat stress dulu itu lho dokter”
“OK ibu, dua minggu lagi ibu datang ke sini ya. Ini saya
buatkan permintaan pemeriksaan gula darah puasa dan dua jam sesudah makan.
Kalau hasilnya bisa normal, ibu saya beri hadiah, dosis obat penurun gulanya
saya turunkan salah satunya menjadi separoh. Dan seterusnya nanti setiap dua
minggu kita evaluasi njih”
“OK dokter, bismilllah, minta doanya ya dokter”
“InsyaAllah”
Sesuai yang telah dijadwalkan sebelumnya pasien datang ke
tempat praktik setiap dua minggu, dengan hasil kadar gula darah yang stabil
normal terus, dan pasien mendapatkan bonus hadiah dosis obat penurun gulanya
diturunkan. Hingga dua atau tiga kali kunjungan pasien saya berikan wewenang
untuk menurunkan dosis sendiri.
Suatu ketika, beberapa bulan sesudahnya, pasien ibu ini
datang ke tempat praktik. Saya benar-benar pangling
(Jawa; harus berpikir beberapa lama untuk memastikan orang yang sama karena
keadaannya berubah). Pasien ibu ini benar-benar langsing. Beliau datang karena influenza dan radang tenggorokan.
Saya bertanya kepada ibu ini,” bu kok bisa langsing ini
rahasianya apa?”
“Dokter dulu kan menganjurkan saya untuk olah raga jalan kan
dok. Lha yang saya lakukan adalah jogging. Kalau sehari saya tidak jogging dokter, saya merasa ada yang “hilang”
dalam hari itu”
Saya ingin menyampaikan kepada pembaca, pelajaran yang bisa
dipetik dalam kasus ini adalah mekanisme koping yang baik akan menghasilkan
solusi yang baik pula. Mekanisme koping adalah suatu mekanisme pertahanan jiwa
ketika kita dihadapkan pada permasalahan yang bagi kita itu adalah suatu yang
mengancam. Yang saya lakukan pada kasus ibu ini adalah memperbaiki mekanisme
koping penderita terhadap penyakit diabetes yang dia derita. Ketika sikap
proporsional yang diambil untuk menghadapi suatu ancaman dalam hal ini penyakit
diabetes, maka ibu ini melakukan usaha mengatasi ancaman dengan pikiran yang
jernih dan usaha yang rasional. Pada kasus ini Allah SWT memberikan karunia
kesembuhan dari ancaman penyakit diabetes melitus yang terus menerus
menggerogoti kesehatan seseorang. Berbeda dengan teman saya yang dokter,
mekanisme koping yang dipilih adalah “lari” dengan mengalihkan pembicaraan pada
bukan usaha yang rasional untuk mengatasi diabetesnya, akibatnya kemerosotan
kesehatan akibat diabetes terus menerus menggerogoti kesehatannya hingga
akhirnya jiwanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar