Minggu, 22 Juli 2012

"Kutukan" Diabetes Melitus Dokter Penyakit


Seorang wanita usia 44 tahun sudah menjadi pelanggan saya sejak anak gadis sematawayangnya pra-remaja (kelas 4 SD) hingga kini kuliah di fakultas kedokteran gigi. Biasanya pasien ini periksa ke tempat saya dengan keluhan influenza, sakit maag atau sakit pegel-pegel. Penyakit yang ditangani dokter umum terkenal dengan istilah PusKesMas, singkatan dari Pusing-pusing, Kesel-kesel keju kemeng, dan Masuk angin. Demikian pula dengan anak dan suaminya.
Suatu saat pasien ibu ini datang ke tempat praktik dengan tujuan meminta saya untuk melakukan pengobatan penyakit diabetes melitusnya. Ketika masuk di ruang konsultasi, raut mukanya begitu tegang, cemas, serta tidak tenang. Langsung saja beliau ini nyrocos..
“Dok, pokoknya saya minta dokter yang mengobati penyakit gula saya!” katanya ketika baru saja saya persilakan duduk.
“Ibu sakit gula? Tahunya darimana bu?” tanya saya
“Pokoknya dok, tolong dokter yang mengobati saya” pasien tersebut masih dengan jawaban yang serupa
“Ibu sakit gula? Ibu habis periksa laboratorium atau?” tanya saya
Ibu tersebut langsung menyahut
“Gini dokter, saya kan habis periksa laboratorium sebenarnya, ikut-ikutan teman. Eh ternyata kadar gula saya 400 dokter. Terus saya berobat ke dokter XX spesialis penyakit dalam. Malah saya dikata-katain ‘Kok ibu bisa datang terlambat sih? Ibu harus periksa rutin, minum obat yang teratur, kalau tidak nanti ibu bisa komplikasi sakit jantung, sakit stroke kena ginjal, kena mata dan bisa diamputasi kakinya’. Waduh dokter, saya stres habis periksa dari sana. Saya dikasih resep dan saya tebus dan ini dokter obatnya.” Sambil ibu ini memberikan satu kantong plastik obat-obatan yang sudah dia tebus di apotik.
Ibu tersebut melanjutkan ungkapan uneg-unegnya..
“Saya kan sudah bertahun-tahun langganan dengan dokter, saya berobat dengan panjenengan kemawon[1]
Saya katakan padanya
“Ibu saya juga menderita diabetes kok bu. Dulu waktu didiagnosis untuk pertama kalinya ibu saya juga stress seperti panjenengan. Banyak menangis, bingung dan tidak bisa menerima kenyataan itu. Jadi yang merasa seperti panjenengan banyak bu, dan hampir semua orang yang didiagnosis diabetes juga stress” jelas saya.
“O iya dokter. Berarti yang seperti saya juga banyak ya dokter” kata beliau dengan nada yang lebih tenang.
“OK ibu, yang kita hadapi adalah bahwa ibu mempunyai kadar gula yang tinggi. Sekarang kita bersama-sama berusaha mengusahakan kadar gula darah ibu normal kembali, mudah-mudahan nanti bisa normal tanpa obat sama sekali” kata saya
“O ya dokter, bisa ada kemungkinan tanpa obat?”
“Saya tidak menjanjikan, tetapi kita bersama-sama berusaha njih. Yang penting buat ibu saat ini adalah menata batin perasaan ibu. Memang kita mempunyai masalah dengan kadar gula darah ibu yang tinggi. Tetapi ibu jangan lari dari masalah seperti yang dialami teman saya yang dokter lho bu. Beliau lari dari masalah, tidak mau membicarakan penyakitnya, malah sibuk mencari pengobatan alternatif dan akhirnya beliau gagal ginjal dan meninggal. Saya yakin ibu mampu mengatasi masalah kadar gula darah ibu yang tinggi tanpa obat, suatu saat nanti.”
Saya jeda uraian saya, untuk memberikan kesempatan ibu ini berpikir beberapa saat
“Saya lihat obat dari dokter penyakit dalam ini sudah OK ibu. Saya kurangi vitamin-vitamin anti oksidannya njih biar tidak terkesan banyak yang harus ibu konsumsi. Selanjutnya ibu mulai berdisiplin olah raga dan diet yang proporsional njih. Oh ya ibu selama ini olah raganya apa njih?
“Wah kalau olah raga saya tidak sempat dokter”
“Ibu, putri ibu kan sudah kuliah, tinggal ibu dan bapak saja kan yang di rumah?”
“Iya dokter”
“Nah, sebenarnya ada waktu kan olah raga?”
“Iya dokter”
“Olah raganya sederhana saja, ibu jalan saja setengah sampai satu jam sehari, tiga sampai lima hari dalam seminggu. Jangan langsung lari, nanti malah habis olah raga ibu jadi sakit. Mudah kan ibu?”
“Iya dokter”
“Nah untuk program dietnya tidak usah rumit-rumit. Cukup nasi setengah porsi, sayuran sepertiga porsi, ada buah-buahan, dan lauknya nabati seperti tempe dibanding hewani seperti daging atau telur perbandingannya dua banding satu. Bisa dipahami kan bu?”
“Iya dokter. Sebenarnya saya juga sudah diberitahu selain obat harus olah raga dan menjaga diet, oleh dokter penyakit dalam, tetapi saya dibuat stress dulu itu lho dokter”
“OK ibu, dua minggu lagi ibu datang ke sini ya. Ini saya buatkan permintaan pemeriksaan gula darah puasa dan dua jam sesudah makan. Kalau hasilnya bisa normal, ibu saya beri hadiah, dosis obat penurun gulanya saya turunkan salah satunya menjadi separoh. Dan seterusnya nanti setiap dua minggu kita evaluasi njih”
“OK dokter, bismilllah, minta doanya ya dokter”
“InsyaAllah”
Sesuai yang telah dijadwalkan sebelumnya pasien datang ke tempat praktik setiap dua minggu, dengan hasil kadar gula darah yang stabil normal terus, dan pasien mendapatkan bonus hadiah dosis obat penurun gulanya diturunkan. Hingga dua atau tiga kali kunjungan pasien saya berikan wewenang untuk menurunkan dosis sendiri.
Suatu ketika, beberapa bulan sesudahnya, pasien ibu ini datang ke tempat praktik. Saya benar-benar pangling (Jawa; harus berpikir beberapa lama untuk memastikan orang yang sama karena keadaannya berubah). Pasien ibu ini benar-benar langsing. Beliau datang karena influenza dan radang tenggorokan.
Saya bertanya kepada ibu ini,” bu kok bisa langsing ini rahasianya apa?”
“Dokter dulu kan menganjurkan saya untuk olah raga jalan kan dok. Lha yang saya lakukan adalah jogging. Kalau sehari saya tidak jogging dokter, saya merasa ada yang “hilang” dalam hari itu”
Saya ingin menyampaikan kepada pembaca, pelajaran yang bisa dipetik dalam kasus ini adalah mekanisme koping yang baik akan menghasilkan solusi yang baik pula. Mekanisme koping adalah suatu mekanisme pertahanan jiwa ketika kita dihadapkan pada permasalahan yang bagi kita itu adalah suatu yang mengancam. Yang saya lakukan pada kasus ibu ini adalah memperbaiki mekanisme koping penderita terhadap penyakit diabetes yang dia derita. Ketika sikap proporsional yang diambil untuk menghadapi suatu ancaman dalam hal ini penyakit diabetes, maka ibu ini melakukan usaha mengatasi ancaman dengan pikiran yang jernih dan usaha yang rasional. Pada kasus ini Allah SWT memberikan karunia kesembuhan dari ancaman penyakit diabetes melitus yang terus menerus menggerogoti kesehatan seseorang. Berbeda dengan teman saya yang dokter, mekanisme koping yang dipilih adalah “lari” dengan mengalihkan pembicaraan pada bukan usaha yang rasional untuk mengatasi diabetesnya, akibatnya kemerosotan kesehatan akibat diabetes terus menerus menggerogoti kesehatannya hingga akhirnya jiwanya.



[1] Berobat kepada Anda saja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar