Kamis, 26 Juli 2012

Diabetes melitus muncul setelah tidak lagi menjadi anggota dewan


Seorang pasien pria umur 50 tahun datang ke tempat praktik dengan keluhan letih dan lemas dalam satu bulan terakhir. Terus terang saya pangling dengan penampilan pasien bapak ini. Tampak lebih kurus, walaupun ukuran tubuh sebelumnya tidak termasuk golongan kegemukan (obesitas). Dan, mohon maaf tampak lebih tua dari usia sesungguhnya. Yang saya ingat dari pasien bapak ini adalah dulu adalah orang biasa maksudnya berprofesi sebagai makelar mobil, kehidupan sehari-harinya pas pasan, tetapi kecukupan, beberapa tahun terakhir menjadi anggota DPRD dari partai besar. Setelah menjadi anggota DPRD saya merasakan segala sesuatunya berubah. Dari caranya bicara, caranya dia memperkenalkan diri dan memandang saya sebagai dokter, terutama di ruang periksa.
“Saya anggota dewan dok” kata beliau dengan penuh percaya diri, beberapa tahun yang lalu saat pertama mendapatkan jabatan itu, dalam memulai dialog di tempat praktik.
“Dikasih obat yang paling bagus dok” juga kata beliau ketika saya menuliskan resep untuk diri beliau atau saat mengantar anak atau istri beliau.
......................................
Keadaan sore itu benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat. Wajahnya menjadi tirus, kusut, kulit lebih pucat, kelopak mata tampak lebih cekung, dan ketika berbicara samar-samar tercium aroma kurang sedap.
“Saya kena diabetes dokter” kata beliau lirih
“Sejak kapan pak?” tanya saya
“Sudah setahun ini dokter” jawab beliau
“Mengonsumsi obat rutin kan pak?” tamua saya lagi
“Iya dokter, tapi tampaknya kadar gula darah saya ga mau turun”
“Tapi bapak masih ngantor kan?” tanya saya
“Tidak dokter.... setahun yang lalu saya tidak terpilih lagi, untuk yang kedua”
Saya mulai tertegun, dari kondisi berat badannya beberapa tahun yang lalu ketika masih menjadi anggota DPRD, tampak tidak ada risiko dari berat badannya. Kalau masalah rokok, beliau memang perokok. Kayaknya risiko diabetes dari rokok....mungkin. Apakah mungkin, karena stressor tidak terpilih lagi sebagai anggota dewan? Kalau iya, berarti bapak ini mengumpulkan dua atau tiga risiko diabetes yaitu, merokok, kurang olah raga dan stressor psikososial akibat tidak terpilih lagi menjadi anggota dewan. Saya teringat kasus ibu saya yang menderita diabetes melitus, dulu pencetusnya adalah ketika kakak saya kuliah di fakultas kedokteran swasta, dan membutuhkan biaya yang sangat besar. Waktu itu orang tua kami memutuskan untuk menjual rumah tinggal sekaligus rumah usaha ibu. Tampaknya bagi ibu saya itu adalah stressor yang amat berat. Beberapa saat setelah itu, ibu mengeluhkan keluhan klasik diabetes mudah lapar dan banyak makan, mudah haus dan banyak minum, dan sering buang air kecil. Setelah periksa ke dokter dan diukur kadar gula darahnya mencapai 400 mg/dL. Memang ibu saya waktu mengalami obesitas, berat badan mencapai 70 kg. Jadi ibu saya waktu itu mengumpulkan dua risiko yaitu obesitas dan stressor psikososial. Padahal usia ibu saya menderita diabetes melitus waktu itu masih 38 tahun. Usia yang sangat muda untuk menderita diabetes melitus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar