Seorang pasien pria, umur 43 tahun datang ke tempat praktik
dengan keluhan dalam dua bulan terakhir saat berhubungan dengan istrinya cepat
keluar. Tidak seperti biasanya, baru bercumbu saja dengan istri sudah bisa
keluar.
“Mohon maaf bapak, apakah bapak sudah pernah chek up
laboratorium sebelumnya?” tanya saya kepada beliau. Maksud saya, mau menanyakan
risiko-risiko untuk penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, atau kadar
kolesterol darah yang tinggi, yang bisa terdeteksi dengan pemeriksaan
laboratorium rutin. Penyakit diabetes melitus yang berlangsung lama bisa pula
mengakibatkan neuropati. Neuropati maksudnya kelemahan saraf, dimana secara
umum ada tiga jenis saraf yaitu saraf sensoris (biasanya kalau saraf sensoris
kena, penderita bisa mengalami nyeri hebat, atau sensitivitas rasa berkurang,
sehingga tidak terasa sakit kalau kulitnya lecet), saraf motorik (biasanya
kalau saraf motorik kena, penderita mengeluh lemes untuk menggerakkan anggota
gerak) dan saraf otonom (kalau saraf otonom ini terkena pada penderita diabetes
melitus dimana dampak organ reproduksi pria yaitu impoten yang bertahap, mulai
dari bangun tidur tidak bisa ereksi, sampai tidak bisa ereksi ketika dibutuhkan
untuk melakukan hubungan suami istri).
“Saya melakukan pemeriksaan lab tiga bulan yang lalu dokter,
semua hasilnya normal” jawab sang pasien.
Kemudian saya teringat buku neurologi mendiang dr Priguna
Sidarta spesialis saraf. Dalam buku itu disebutkan bahwa gangguan jiwa bisa
berakibat pada kapabilitas seksual seseorang. Pada pria yang mengalami gangguan
kecemasan, penderita cenderung mengalami ejakulasi dini atau cepat “keluar”,
sedangkan pada gangguan depresi, penderita pria cenderung mengalami impotensia.
Untuk membuka penggalian masalah menuju diagnosis gangguan kecemasan atau
depresi saya mencoba menggali permasalahan-permasalahan kehidupan yang
menegangkan yang mungkin sedang dialami oleh pasien dalam beberapa bulan
terakhir. Respons kejiwaan yang salah dalam beberapa bulan (4 – 6 bulan) sudah
cukup membuat seseorang menunjukkan gejala-gejala gangguan kecemasan atau
depresi.
“Mohon maaf bapak,
apakah dalam enam bulan atau satu tahun terakhir, bapak sedang dalam tekanan
atau ada sesuatu yang mengganjal di pikiran tetapi tidak mampu terselesaikan?”
tanya saya
“Iya dokter, terus terang baru setengah tahun ini saya
menduduki jabatan baru dan secara kepangkatan lebih tinggi daripada jabatan
saya sebelumnya.” Jawab pasien
“Apakah bapak sering merasa was-was, deg-degan, sering
terkejut secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas?”
“Iya dokter”
“Apakah bapak sering merasa kembung, eneg di uluhati, sebah,
kadang-kadang mules”
“Iya dokter”
“Apakah bapak sering merasa tegang di leher, kadang-kadang
keluar keringat dingin”
“Iya dokter, dokter kok tahu apa yang saya rasakan?”
“Apakah bapak sering susah tidur atau bila mampu tidur mimpi
seperti dikejar-kejar, dan ketika bangun serasa seperti tidak tidur saja?”
“Iya dokter, benar lagi”
“Apakah akhir-akhir ini sering merasa lemes, capek, tidak
bergairah?”
“Iya dokter benar lagi”
“Mohon maaf bapak, apakah keluhan sering keluar itu
bersamaan mulainya dengan keluhan-keluhan lainnya?”
“Iya dokter, semenjak kira-kira empat bulan setelah menjabat
jabatan baru itu dokter” kata pasien dan mulai menunjukkan raut muka berpikir
keras.
“Dokter, saya sebenarnya sakit apa sih?” lanjut pasien.
Gejala-gejala yang dialami pasien tersebut memenuhi kriteria
dari gangguan kecemasan dan depresi ringan. Mengenai gangguan kecemasan dan
depresi, secara khusus akan kami bahas dalam box gangguan kecemasan dan depresi
setelah pembahasan kasus ini. Gangguan ini muncul setelah seseorang gagal
memberikan tanggapan atau respons yang memadai terhadap stressor psikososial[1] yang
dihadapinya sehari-hari. Pada kasus ini saya ingin menunjukkan pada pembaca
bahwa penyakit fisik atau keluhan fisik merupakan salah satu bagian dari
gangguan jiwa pada kasus ini gangguan cemas dan depresi.
[1] Stressor
psikososial : adalah peristiwa kehidupan pada aspek psikologis dan sosial
sehari-hari yang dihadapi pasien yang membutuhkan tanggapan yang memadai.
Seringkali peristiwa-peristiwa psikososial yang dihadapi skornya melebihi
ambang tanggapan normal seseorang, sehingga orang menjadi jatuh pada penyakit
jiwa atau pada kasus ini gangguan kecemasan dan depresi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar